SELAMAT DATANG DI BLOG SAHRUL

Sabtu, 27 November 2010

Sumiati Sumringah, Mulai Bisa Jalan Kaki Minggu, 28 November 2010 - 05:23 wib


Ahmad Dani - Okezone
Sumiati terbaring di rumah sakit (Foto: Istimewa)
MADINAH - Kondisi kesehatan Sumiati, TKW yang disiksa di Madinah, sudah mengalami peningkatan. Bahkan, Sumiati kini sudah bisa turun dari ranjang perawatan.

"Sumiati mengalami peningkatan kesehatan yang signifikan. Dia bahkan sudah jalan dari kamar mandi ke tempat tidur," kata Konjen RI di Jeddah, Zakariya Anshar, saat ditemui di Kantor Misi Haji Indonesia di Madinah, Sabtu (27/11/2010).

Menurut Zakariya, kabar tersebut sungguh menggembirakan pihak Kedutaan RI dan keluarga. Karena Sumiati sudah menuju recovery. "Ini indikasi Sumiati sudah mulai membaik," terang Zakariya.

Selain pemulihan fisik, Sumiati juga mengalami peningkatan dari segi mental. Wanita berusia 26 tahun itu juga sudah terlihat sumringah dan ceria.

"Perhatian yang diberikan kepada Sumiati membantu dia menuju pemulihan secara mental," papar Zakariya.

Sumiati juga merasa pede jika dirinya bisa kembali sembuh. Hal itu ditunjukan dari perubahan sikap yang ditunjukkan dari hari ke hari. "Sumiati lebih terlihat segar dan tegar dari hari ke hari," ungkap Zakariya.
(fer)

BURUH MIGRAN ; Kasus TKI Sumiati Ditangani Serius


Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta kasus penyiksaan yang menimpa Sumiati binti Salan Mustapa, tenaga kerja Indonesia asal Nusa Tenggara Barat, di Madinah, Arab Saudi, ditangani secara sangat serius. Presiden memerintahkan tim berangkat ke Arab Saudi untuk memastikan Sumiati mendapatkan perawatan terbaik serta memastikan majikan yang menyiksanya diproses secara hukum.
”Saya ingin hukum ditegakkan, saya ingin diplomasi all out, saya ingin ada misi, bikin tim untuk berangkat ke Arab Saudi,” ujar Presiden saat memberi pengantar pada rapat kabinet terbatas di Kantor Presiden, Selasa (16/11).
Presiden mengingatkan, selain menangani kasus penganiayaan terhadap Sumiati, jajaran pemerintah juga harus mengelola aspek-aspek lain terkait keberadaan TKI di sana.
Seusai rapat, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menjelaskan, pemerintah telah menunjuk seorang dokter Indonesia yang sudah beberapa tahun berpraktik di Arab Saudi untuk mendampingi Sumiati selama masa perawatan. Kementerian Luar Negeri juga berhasil melacak keluarga Sumiati serta menjemput anggota keluarganya untuk diberangkatkan ke Arab Saudi mendampingi Sumiati.
Marty mengatakan, Kemlu juga sudah memanggil Duta Besar Arab Saudi di Indonesia untuk menyampaikan sikap Pemerintah Indonesia yang mengecam keras terjadinya penyiksaan tersebut.
Sementara itu, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, seusai pertemuan dengan perwakilan asuransi Daman Syamil dan PT Rajana Falam Putri, pelaksana penempatan TKI swasta (PPTKIS) yang menempatkan Sumiati, di Jakarta, Selasa, menegaskan, perusahaan asuransi Daman Syamil harus menanggung semua biaya menuntut keluarga majikan penganiaya Sumiati.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi bersama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dan Kemlu juga akan memberangkatkan paman Sumiati, Zulkarnain, dari Dompu, Bima, NTB, ke Madinah untuk mendampingi Sumiati. Sumiati (23) menjadi korban kekejaman keluarga Khaled Salem M al-Khamimisering di Madinah.
Muhaimin memaparkan, PPTKIS dan perusahaan asuransi telah menyampaikan komitmennya menyelesaikan kasus Sumiati. Mereka akan menanggung biaya perawatan dan pengobatan sampai mencairkan klaim asuransi secepatnya. ”Pihak asuransi TKI juga bersedia menanggung semua biaya terkait proses penuntutan hukum kepada majikan, termasuk biaya menyewa pengacara,” ujar Muhaimin.
Arab Saudi merupakan negara tujuan penempatan TKI kedua terbesar setelah Malaysia. Sedikitnya satu juta TKI bekerja di negara itu dengan sebagian besar menjadi pembantu rumah tangga. Pemerintah melalui Kemlu mendapatkan informasi tentang penganiayaan terhadap Sumiati dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Jeddah pekan lalu. KJRI Jeddah diberi tahu pihak Rumah Sakit Raja Fahd di Madinah yang menerima rujukan Sumiati dari rumah sakit swasta setempat. (day/ham)

Jumat, 26 November 2010

Pengembangan UMKM di Daerah Asal TKW


Kisah memilukan dan penderitaan yang di-alami TKI/TKW ketika bekerja di luar ne-geri sesungguhnya tidak sekali dua kali terjadi. Namun, hingga saat ini menjadi TKI/TKW bagi sebagian penduduk miskin di pedesaan masih menjadi salah satu alternatif mengubah nasib yang menggiurkan.
Menjadi TKI/TKW, bagi orang yang ingin mengubah nasib dalam tempo singkat merupa- kan gejala sekaligus solusi mandiri yang dilakukan oleh penduduk desa, termasuk di Jawa Timur, sebagai akibat kesulitan mendapatkan pekerjaan dan tekanan kemiskinan di daerah mereka.
Di berbagai daerah tidak jarang kiriman uang (remmitance) dari TKI/TKW jumlahnya jauh lebih besar dari PAD daerah asal mereka. Sebagai salah satu sumber dana yang masuk ke pedesaan, peran remittance sebetulnya sangatlah strategis, bukan saja untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup sanak keluarga di daerah asal, tetapi juga sekaligus sumber permodalan alternatif yang dapat mendukung upaya pengembangan usaha kecil di pedesaan.
Artikel ini adalah studi yang dilakukan penulis di Provinsi Jawa Timur tentang peran remittance dalam mendukung pengembangan usaha kecil mandiri di daerah asal TKI/TKW.
Aspek sosial
Selama ini upaya untuk memberdayakan usaha kecil di daerah asal TKI/TKW harus diakui bukanlah hal yang mudah. Kendala yang dihadapi bukan saja dari aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial yang tumpang-tindih dengan persoalan kemiskinan dan ketidakberdayaan pelaku UMKM, khususnya usaha mikro dan sektor industri kecil. Untuk mempercepat upaya pemberdayaan UMKM, yang dibutuhkan adalah langkah yang benar-benar terpadu dan menyentuh langsung ke akar masalah yang dihadapi pelaku UMKM.
Secara obyektif perlu disadari bahwa arah kebijakan dan program pemberdayaan UMKM tidak cukup hanya mengandalkan stimulan bantuan modal usaha atau pelatihan manajemen usaha belaka. Namun, lebih dari itu yang dibutuhkan adalah program-program perlindungan, pendampingan, dan pemberdayaan para pelaku UMKM secara swakarsa agar dapat keluar dari perangkap utang dan ketergantungan mereka terhadap para pedagang perantara dan pengepul yang acapkali menarik keuntungan lebih dari ketidakberdayaan pelaku dan buruh UKM.
Bagi masyarakat miskin di pedesaan, terutama dari ke- luarga migran yang bekerja di luar negeri sebagai TKI/TKW, salah satu modal potensial yang dapat dijadikan dana untuk membantu pengembangan usaha yang mereka tekuni dan akan dikembangkan adalah dana remittance.
Kiriman dana remittance dari TKI/TKW ke daerah asal dan keluarganya itu umumnya cukup besar. Namun, sebagian dana remittance itu umumnya masih dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, membayar utang, dan membeli barang-barang sekunder.
Untuk memastikan agar dana kiriman dari TKI/TKW ke daerah asalnya tidak habis ha- nya untuk kegiatan konsumtif, melainkan bisa dimanfaatkan untuk modal pengembangan kegiatan produktif, kebijakan, dan program prioritas pemberdayaan usaha kecil di daerah asal TKI/TKW yang perlu dikembangkan di tahun-tahun mendatang adalah:
Pertama, pengembangan penyangga ekonomi untuk mengurangi kadar kerentanan keluarga TKI/TKW yang ada di daerah asal. Bentuk program yang digulirkan bisa berupa revitalisasi pengelolaan dan pemanfaatan dana remittance agar tidak hanya dimanfaatkan untuk kegiatan konsumtif yang cepat habis atau dengan cara mengembangkan program tabungan sejahtera bagi pelaku UMKM dari keluarga TKI/TKW dan program jaring asuransi sosial bagi pelaku UMKM.
Kedua, perlindungan bagi pelaku UMKM. Bentuk program yang dikembangkan di sini, se- lain pengembangan cluster UMKM dan bantuan modal usaha berbunga murah. Selain itu, juga bisa dalam bentuk pengembangan lembaga atau badan-badan penyangga komoditas atau produk-produk yang diha- silkan pelaku UMKM agar tidak terjadi distorsi harga dan pembagian margin keuntungan yang terlampau tipis bagi masyarakat desa yang menekuni usaha kecil.
Ketiga, pengembangan efisiensi biaya produksi dan manajemen pengelolaan usaha kecil yang benar-benar dapat menekan pengeluaran biaya produksi yang tidak perlu. Bentuk program yang dikembangkan berupa pelatihan efisiensi proses produksi, bantuan peralatan yang dapat bermanfaat mengurangi biaya produksi, atau program pelatihan manajemen pengelolaan usaha kecil bagi keluarga TKI/TKW di daerah asal mereka yang benar-benar konteksual dan bemanfaat mendorong terciptanya efisiensi kerja pelaku usaha kecil.

Rabu, 24 November 2010

Macan Gunung Merapi Tak Boleh Ditangkap Kamis, 25 November 2010 - 00:17 wib

JAKARTA- Bencana letusan Gunung Merapi membawa dampak bagi kehidupan satwa liar. Kejadian turunnya satwa liar, dalam hal ini macan, tercatat pada 22 November 2010 di wilayah Cangkringan, Sleman.

Hal itu menjadi gambaran perlu adanya upaya terpadu dalam penyelamatan satwa liar di kawasan yang terkena dampak bencana alam Merapi. Perubahan kondisi lingkungan yang terjadi pada erupsi besar pada 5 November 2010 di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi dengan luas areal perlindungan alam sekira 6.410 hektare, mengakibatkan berkurangnya sumber-sumber pakan alami bagi macan.

Dessy Zahara Angelina dari Animal Friends Yogya, menegaskan salah satu cara yang tepat dalam penanganan kasus macan turun gunung adalah dengan penghalauan atau pengarahan ke lokasi  yang aman yang tetap berada dalam kawasan lindung.

“Sedapat mungkin mengurangi kontak satwa liar tersebut dengan manusia karena habitat alaminya adalah tetap di hutan,” ujarnya dalam rilis kepada okezone di Jakarta, Rabu (24/11/2010).

Dia menyebutkan macan merupakan salah satu daya tarik dan kekayaan hayati Taman Nasional Gunung Merapi. Selain itu, satwa tersebut adalah satwa yang dilindungi menurut UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi dan Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya. Idealnya, tidak ada satwa liar dilindungi yang dikeluarkan dari kawasan Taman Nasional.

Jangan sampai masyarakat, khususnya yang tinggal di sekitar kawasan konservasi, kehilangan kekayaan yang sangat penting di kawasan tersebut. Keberadaan Macan di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi dapat menjadi salah satu daya tarik bagi DIY dan Jateng untuk bangkit kembali setelah bencana berakhir dan kondisi aman.

Apabila ada ternak yang diserang oleh macan, diharapkan pemerintah dapat mengupayakan ganti rugi karena pada dasarnya satwa liar hanya sama-sama mencari selamat, tidak ada niatan bagi satwa liar untuk menyerang selain demi bertahan hidup.

Ketika habitat alaminya mengalami perubahan dan sedang tidak memungkinkan untuk ditinggali, tidak ada pilihan lain bagi satwa tersebut selain mencari areal yang lebih aman hingga kondisi kembali pulih. Panthera Pardus (macan) pun terpaksa turun gunung untuk sementara waktu.

Pramudya Harzani dari Jakarta Animal Aid Network menegaskan pilihan untuk menjebak macan dan membawanya ke kebun binatang adalah pilihan tidak bijak dalam penanganan satwa.

Penghalauan atau evakuasi ke kawasan hutan yang aman merupakan pilihan bijak yang harus diutamakan dalam meyelamatkan satwa liar. Ketika satwa liar ditangkap lalu dikandangkan, akan terlalu banyak risiko bagi keselamatan satwa liar itu sendiri seperti mengalami stres, luka-luka, penyakit dan terjadinya perubahan perilaku yang tidak normal atau kematian.

Selama ini satwa liar seperti macan mempunyai daya bertahan hidup yang kuat dengan daya jelajah besar dan pergerakan cepat. “Ketika kurang makanan alami, ya kita suplai saja sumber pakan di titik aman yang terlihat saat satwa liar seperti Macan melintas tanpa harus menjebaknya dengan kandang,” ujarnya.

Pengandangan satwa liar di kebun binatang yang kondisinya benar-benar sesuai standar kesejahteraan satwa hanya akan menghabiskan biaya yang besar karena perlu adanya infrastruktur kandang yang minimal mendekati pemenuhan kebutuhan alami satwa. Namun hal ini tetap berisiko mengubah perilaku satwa liar menjadi domestik, dan akan mempersulit upaya pelepasliaran kembali ke alam di kemudian hari.

Hal lain yang sangat penting untuk mempertahankan keberadaan Macan di habitat aslinya adalah karena spesies tersebut merupakan kekayaan hayati Taman Nasional Gunung Merapi dan masyarakat sekitar kawasan tersebut.

Relawan Satwa Merapi, Ketut Sutawijaya menegaskan macan merupakan salah satu penyeimbang rantai makanan dalam ekosistem Merapi yang perlu dijaga kelestariannya di habitat aslinya.

“Jadi dengan prinsip konservasi dan keanekaragaman hayati, rencana penangkapan harus didiskusikan lebih dahulu dengan masyarakat di sekitar kawasan, pihak Taman Nasional serta instansi terkait, keputusan yang diambil haruslah keputusan yang tepat bagi semua pihak terutama bagi satwa yang bersangkutan,” tandasnya.(ful)

Selasa, 23 November 2010

Aktivitas Gunung Bromo Meningkat

Liputan6.com, Lumajang: Gunung Bromo mulai menunjukkan aktivitas yang makin serius. Hal tersebut ditandai dengan meningkatnya gempa tremor dari dapur kawah Bromo, Selasa (23/11). Status gunung yang juga merupakan salah satu ikon Jawa Timur itui pun berubah menjadi "siaga". Meski begitu, aktivitas tempat wisata itu masih terbuka untuk umum.
Aktivitas Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur, juga mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan adanya guguran lava sejauh empat kilometer. Namun, status semeru masih "waspada". Sejauh ini, akitivitas pertanian juga masih berjalan normal.
Para petani mengatakan, hal itu biasa dan tidak perlu ditakutkan. Mereka juga belum mendapat peringatan apa pun dari otoritas pemantau Gunung Semeru.(APY/SHA