SELAMAT DATANG DI BLOG SAHRUL

Selasa, 28 Juni 2011

Harapan dan Kenyataan di Tanah Arab

Harapan dan Kenyataan
di Tanah Arab
Keinginan mengubah nasib, mendapat penghidupan lebih baik,
lepas dari bayang-bayang kemiskinan mendorong pekerja kita
mengais real di tanah Ara####‘’MENJADI TKI di Timur Tengah adalah
pilihan terakhir,’’ begitu kata beberapa
tenaga kerja kita pada saya saat transit
di Dubai, baru-baru ini. ‘’Kalau saja di
kampung ada pekerjaan dengan hasil
memadai, saya tidak akan menjadi TKI
di Arab Saudi,’’ kata Endah, TKI asal
Kuningan, Jawa Barat. Endah sebenarnya terbilang berhasil di Tanah Arab. Ia
transit di Dubai untuk pulang kampung
dengan berbekal real di kantong.
Endah berangkat ke Arab Saudi
berkat tawaran salah seorang tetangganya yang sudah lebih dulu menjadi TKI.
Keinginan lepas dari bayang-bayang
kemiskinan, mengubah nasib agar
berpenghidupan lebih baik, Endah pun
berangkat ke negara tersebut melalui
jalur resmi.
Alhamdulillah, dia mendapatkan
majikan yang baik. Walaupun, ujarnya,
pada saat mulai bekerja kemampuan
berkomunikasi dalam bahasa Arab nol
besar, alias tak bisa berucap dan tidak
mengerti pula bila diajak bicara. Salah
pengertian saat menjalankan perintah
majikan jadi makanan sehari-hari.
Syukurlah Endah tabah, dan majikannya sabar. Kegigihannya berbuah manis.
Setelah bekerja 2 tahun, dia bisa kembali
ke tanah air dengan membawa cukup
banyak “real”. Bisa berbicara bahasa
Arab ala kadarnya, plus membawa
aneka hadiah dari majikan. Sang
majikan pun berpesan, kalau mau
kembali bekerja, dia akan diterima
dengan tangan terbuka.
Endah lantas bertanya pada saya:
“Kalau Mas, majikannya baik, gak?”.
Saya hanya tersenyum simpul. Pandangan saya teralih pada raut muka sedih
Rohimah, TKI asal Kalimantan Selatan.
Ia hanya menunduk lesu tanpa semangat.
Ketika ditanya kenapa terlihat susah,
Rohimah segera menuturkan deritanya.
Rohimah mengaku untuk menjadi
TKI, dia harus mengeluarkan uang
cukup besar, yang didapat dengan berutang pada tetangga. Namun sial, baru
bekerja 2 minggu, dia dipulangkan oleh
majikannya. Ia dianggap tidak becus
bekerja. Sekarang, impiannya kandas.
Boro-boro membawa uang, dia terlantar
begitu saja di Dubai, tanpa bekal
apapun, dan harus kembali ke tanah air.
“Bagaimana harus membayar utangutang saya, Mas?’’ keluhnya kepada saya.
Berbeda dengan cerita bahagia
Endah yang jarang kita dapatkan, kisah
sedih model Rohimah atau malah cerita
yang lebih buruk lagi, banyak kita
dengar di berbagai media massa di
tanah air. Walaupun diangkat dengan
perspektif berbeda-beda, umumnya
kesimpulannya sama: Menjadi TKI itu
lebih banyak mudaratnya daripada
manfaatnya.
Karena itu, tiap kali disebut kata TKI
atau TKW, bayangan kita pasti tertambat pada Pembantu Rumah Tangga
(jika wanita), atau sopir/tukang kebun
(jika pria) yang sedang mencari peruntungan di negeri seberang.
Negara-negara favorit tempat para
TKI mencari peruntungannya tersebut
umumnya di kawasan Asia dan Timur
Tengah. Di Asia, mereka “ngeluruk”
Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Hong Kong, Korea, dan Jepang.
Di kawasan Timur Tengah, mereka
berdatangan ke negeri-negeri petro
dollar seperti Arab Saudi, Kuwait,
Yordania, Qatar, Uni Emirat Arab (UEA),
dan Bahrain.
Memang ada TKI di Eropa, Amerika,
atau di negara-negara lain, tapi, secara
kuantitas jumlah mereka tidak signifikan.
Karena itu mereka biasanya dianggap
bukan “TKI asli” yang mengindap
berbagai macam masalah dan kisah
suka-duka.
TKI memang fenomena yang harus
disikapi dengan bijak. Dengan sebutan
sebagai Pahlawan Devisa, Pemerintah
pun, telah menerbitkan Instruksi
Presiden Nomor 6 tahun 2006 tentang
Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI. Instruksi itu
dikeluarkan untuk membenahi segudang romantika permasalahan TKI.
Dari banyaknya pihak yang terlibat
(Pemerintah dan PPTKIS), nasib mereka
yang terus dikuyo-kuyo dan dimarginalkan keberadaannya, “cerita sukses dan
cerita gagal” yang mereka alami, serta
ulah oknum-oknum di Bandara “memakan” para TKI yang baru pulang.
Apakah menjadi TKI itu sebuah
peluang? Apakah harapan yang diidamidamkan dapat menjadi kenyataan?
Semoga serangkaian tulisan tentang
TKI di Timur Tengah ini bisa menjawab
dan memuaskan rasa ingin tahu kita
semua.
DICKY FABRIAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar